Ramai istilah lavender marriage disebut-sebut diberbagai media sosial.
Dikutip dari marriage.com, lavender marriage merupakan istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan pernikahan pria dan wanita, dimana cinta biasanya tidak menjadi alasan utama terjadinya pernikahan.
Biasanya, salah satu atau kedua pasangan dalam pernikahan tersebut merupakan homoseksual ataupun biseksual.
Kata ‘lavender’ digunakan karena warna ungu yang dimiliki merupakan campuran dari warna biru dan pink, dua warna yang kerap digunakan sebagai simbol pria dan wanita.
Lavender marriage menjadi sangat umum dilakukan ketika golongan masyarakat tertentu memiliki toleransi yang sangat rendah terhadap LGBTQ+.
Sehingga, lavender marriage dipilih menjadi solusi untuk menghindari stigma dan persepsi publik yang buruk.
Walau terdengar sebagai solusi yang tepat untuk pasangan yang melakukannya, lavender marriage tetap memiliki beberapa potensi dampak yang harus diketahui.
Sama seperti pernikahan pada umumnya, lavender marriage juga memiliki beberapa potensi masalah yang dapat timbul karena berbagai alasan.
Masih dilansir dari marriage.com, berikut lima potensi jangka panjang dari lavender marriage:
1. Adanya Tekanan Emosional
Individu yang berada dalam lavender marriage terkadang kesulitan dengan persona publik dan kebenaran diri sendiri.
Perbedaan tersebut dapat menimbulkan tekanan emosial yang dalam, ditakutkan dapat menyebabkan krisis identitas hingga depresi.
Tekanan emosional ini harus segera diatasi agar tidak berlarut-larut dan mengganggu kehidupan sehari-hari.
2. Konflik Hubungan Berkelanjutan
Lavender marriage yang dilakukan tanpa adanya ikatan romantis dapat menciptakan ketidakpuasan bagi individu.
Pasangan dalam lavender marriage berpotensi menghadapi konflik berkepanjangan karena kurangnya hubungan emosional dan keintiman.
3. Timbulnya Rasa Terisolasi Secara Sosial
Timbulnya rasa terisolasi secara sosial dapat berasal dari penyembunyian jati diri yang sebenarnya.
Individu dalam lavender marriage dapat merasa terjebak dalam dunia yang tidak sepenuhnya cocok, baik itu komunitas heteroseksual maupun LGBTQ+.
Jika rasa terisolasi ini tidak segera dicari jalan keluar, dapat menimbulkan perasaan kesepian dan kesalahpahaman diri.
4. Dampak Terhadap Anak
Jika pasangan dalam lavender marriage memutuskan untuk memiliki anak, dapat timbul dampak pada individu lain.
Anak yang dibesarkan dalam bayang-bayang lavender marriage, dapat menghadapi tantangan unik dalam memahami dinamika keluarga.
Ditakutkan, lingkungan lavender marriage yang tidak baik dapat menyebabkan kebingungan, tekanan emosional, seperti krisis identitas bagi anak.
5. Kerusakan Reputasi
Sudah tidak menjadi rahasia lagi, terungkapnya lavender marriage dalam hubungan pernikahan dapat memicu perubahan drastis terhadap reputasi individu di masyarakat.
Hal tersebut dapat berdampak pada hubungan pribadi dengan teman dan keluarga, serta hubungan profesional dalam ranah pekerjaan.
Biasanya, poin nomor lima akan terasa sangat ekstrem dalam lingkungan masyarakat yang memiliki toleransi LGBTQ+ yang rendah.
Setelah membaca beberapa potensi jangka panjang dari lavender marriage, perlu adanya pemahaman mendalam terhadap ikatan tersebut.
Akhirnya, pilihan masing-masing akan tetap jatuh pada tiap individu.
Namun yang terpenting, harus mengetahui apa saja dampak yang dapat terjadi untuk mencegah kemuningkanan timbulnya masalah yang lebih besar.
(*)