Profil Edward Corne,Tersangka Baru Dugaan Korupsi Pertalite Dioplos jadi Pertamax,Harta Rp 4,3 M

Posted on

Mengenal sosok Edward Corne, VP trading  operation PT Pertamina Patra Niaga tersangka baru kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023.

Direktur Penyidikan Jampdisus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan, penetapan tersangka terhadap Edward bersama Maya Kusmaya setelah ditemukan adanya alat bukti yang cukup terkait tindak pidana korupsi yang dilakukannya.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, keduanya pun ditahan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

Mengutip dari elhkp, Kamis (27/2/2025), Edward Corne terakhir melaporkan harta kekayaanya pada 31 Desember 2023.

Adapun total harta kekayaanya Rp.4.368.000.000

Sementara Edward memiliki utang Rp290.000.000


Berikut rincian harta kekayaannya:

A. TANAH DAN BANGUNAN Rp 2.650.000.000

1. Tanah dan Bangunan Seluas 90 m2/110 m2 di KAB / KOTA KOTA TANGERANG SELATAN, HASIL SENDIRI 2.000.000.000

2. Bangunan Seluas 31 m2 di KAB / KOTA KOTA JAKARTA PUSAT , HASIL SENDIRI 650.000.000

B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp105.000.000

1. MOBIL, MITSUBISHI GRANDIS Tahun 2010, HASIL SENDIRI 105.000.000

C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp 224.000.000

D. SURAT BERHARGA Rp 840.000.000

E. KAS DAN SETARA KAS Rp 839.000.000

F. HARTA LAINNYA Rp 0

Sub Total Rp 4.658.000.000


II. HUTANG Rp 290.000.000


III. TOTAL HARTA KEKAYAAN (I-II) Rp 4.368.000.000


Ditetapkan Tersangka

Kejaksaan Agung menetapkan dua tersangka baru, yaitu Direktur Pemasaran PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya, dan VP Trading Operation, Edward Corne, dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

“Terhadap dua tersangka tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan secara maraton, mulai jam 15.00 WIB hingga saat ini, penyidik telah menemukan bukti yang cukup, kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana bersama-sama dengan tujuh tersangka yang kemarin,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar saat konferensi pers di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).

Sebelum menyandang status tersangka, MK dan EC lebih dahulu dipanggil oleh penyidik sebagai saksi.

Tapi, karena keduanya tidak menghadiri panggilan ini, mereka akhirnya, penyidik melakukan jemput paksa terhadap kedua tersangka ini.

Dengan penetapan ini, total jumlah tersangka dalam kasus ini bertambah menjadi sembilan orang. Kejagung menegaskan akan terus mengusut kasus ini hingga tuntas.


Peran 2 Tersangka Baru

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan, tersangka Maya dan Edward atas persetujuan tersangka lain, Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, melakukan pembelian bahan bakar minyak (BBM) RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92.

Hal itu, kata ia, menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang.

“Kemudian MK memerintahkan dan/atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92,” kata Qohar dalam konferensi pers, Rabu (26/2/2025) malam.

Proses blending tersebut dilakukan di terminal atau storage PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Hal tersebut, lanjut ia, tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga.

Selain itu, Maya dan Edward melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term atau pemilihan langsung dalam waktu jangka panjang sehingga diperoleh harga yang wajar, tetapi dalam pelaksanaannya menggunakan metode spot atau penunjukan langsung harga yang berlaku saat itu.

“Sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha,” tegasnya.

Lebih lanjut, kata Qohar, Maya dan Edward mengetahui dan menyetujui adanya mark up kontrak shiping (pengiriman yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping).

Hal tersebut membuat PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee 13–15 persen secara melawan hukum

“Fee tersebut diberikan kepada tersangka MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa,” jelasnya.

Qohar menegaskan, akibat perbuatan Maya dan Edward, bersama-sama tujuh tersangka lain dalam kasus tersebut, kerugian keuangan negara sebesar Rp193,7 triliun yang bersumber dari lima komponen.

Lima komponen yang dimaksud yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp9 triliun.

Kemudian kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi tahun 2023 sekitar Rp21 triliun.

Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus korupsi tersebut.

Mereka yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

Kemudian AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa.

Serta DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Kini, total jumlah tersangka dalam kasus ini bertambah menjadi sembilan orang.

Sebagaimana diketahui, kasus bermula dari penyidikan Kejaksaan Agung terhadap dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023.

Kasus tersebut, melibatkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.

Kejaksaan Agung mengungkap, salah satu modus operandi kejahatan tersebut, yakni pengoplosan Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92) dan menjualnya dengan harga lebih tinggi.

Kejagung juga mengungkap, pengoplosan itu, terjadi di depo-depo, yang jelas bertentangan dengan regulasi.

“Modus termasuk yang saya katakan RON 90 (Pertalite), tetapi dibayar (harga) RON 92 (Pertamax) kemudian diblending, dioplos, dicampur,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Selasa (25/2/2025).

Lebih lanjut, Kejagung memastikan, seluruh bukti akan disampaikan ke publik setelah proses penyidikan selesai.

Selain Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Kejaksaan Agung menetapkan enam tersangka lainnya, yang terlibat dalam kasus pengoplosan BBM ini.

Enam tersangka lainnya tersebut, yakni RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock And Produk Optimitation PT Pertamina Internasional, ZF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Civic.

Kemudian, AP selaku Vice President (VP) Feedstock, MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan DRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Sebanyak tujuh tersangka tersebut, telah ditahan pihak Kejaksaan Agung.

Baca berita lainnya di

Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp