Air Mata dan Pelajaran Hidup dari Film Dimana Kau Ibu dan Rio Anakku yang Dibintangi Lenny Marlina dan Rano Karno

Posted on

Saya masih kecil ketika pertama kali mengenal sosok Lenny Marlina dan Rano Karno di layar lebar. Dua film yang mereka bintangi di era 70-an, Dimana Kau Ibu dan Rio Anakku, menjadi bagian tak terpisahkan dari kenangan masa kecil saya.

Film-film tersebut bukan sekadar hiburan; mereka menyisakan pelajaran dan perasaan yang membekas sepanjang hidup.

Saat menonton Dimana Kau Ibu di bioskop tahun 1973, saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Film ini bercerita tentang Yatim (Rano Karno), seorang anak yang terpisah dari ibunya (Lenny Marlina) karena rahasia dan kebohongan yang menyelimuti keluarganya.

Saya masih ingat bagaimana suasana di dalam bioskop begitu hening, hanya diselingi isak tangis penonton yang terhanyut dalam cerita.

Adegan ketika Yatim diperlakukan kasar oleh tante galak yang mengasuhnya (Mieke Wijaya) membuat banyak penonton, termasuk saya, keluar bioskop dengan mata merah dan hati yang terasa sesak. Ibu saya yang turut menonton saat itu memberikan nasihat berharga, agar saya selalu belajar berbuat baik dan tidak menyakiti orang lain, terutama anak-anak.

Tak lama setelah itu, di awal 1974, saya kembali menyaksikan kolaborasi Lenny Marlina dan Rano Karno dalam film Rio Anakku. Kali ini, kisahnya tak kalah menyentuh. Persahabatan antara Rio (Rano Karno), bocah yang baik hati, dan Nunung (Leny Marlina), seorang gadis buta yang sederhana, menjadi inti cerita.

Adegan paling mengharukan adalah saat Rio yang sakit parah berpesan kepada ibunya (Titiek Puspa) agar matanya diberikan kepada Nunung setelah ia tiada. Tangisan pun pecah di seluruh bioskop. Bahkan almarhum Ibu saya, yang kembali menemani saya menonton, tak kuasa menahan air mata. Usai film, beliau sekali lagi memberikan nasihat agar saya meneladani kebaikan dan keikhlasan Rio.

Kini, lebih dari lima dekade berlalu, kedua bintang yang dulu mengisi layar lebar dengan akting memukau telah menjadi legenda perfilman Indonesia. Lenny Marlina baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-71 pada 19 Februari lalu.

Sedangkan Rano Karno, yang dulu kita kenal sebagai bintang cilik berbakat, kini telah menjadi tokoh penting dalam dunia politik. Setelah sempat menjabat sebagai Gubernur Banten, Rano Karno kini dilantik sebagai Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta.

Prestasi Lenny Marlina di dunia perfilman begitu gemilang, dengan meraih beberapa penghargaan bergengsi, termasuk Piala Citra pada 1974 melalui film Rio, Anakku dan penghargaan Pendatang Baru Terbaik di Asian Film Festival 1971 untuk film Ananda. Ia juga memenangkan penghargaan Best Indonesian Actress Gold Gofi 1982.

Sementara Rano Karno, yang dikenal sebagai bintang cilik fenomenal, juga menorehkan jejak luar biasa di dunia seni peran sebelum akhirnya terjun ke dunia politik. Rano Karno telah menerima berbagai penghargaan perfilman, di antaranya: Piala Majalah Selecta 1974 untuk kategori Pemeran Cilik Pria Terbaik dalam film Rio Anakku, Best Child Actor di Taiwan pada 1973 untuk film yang sama, Aktor Harapan I dari PWI pada 1974, Bintang Drama Pria Terfavorit di Panasonic Awards 1997, Penghargaan Surjosoemanto dari BP2N pada 1997, Piala Citra 1990 untuk film Taksi, dan Lifetime Achievement dalam Festival Film Bandung 2021.

Kenangan saya menonton dua film itu bukan hanya tentang hiburan masa kecil, tetapi juga tentang pelajaran hidup, kasih sayang seorang ibu, dan inspirasi yang terus saya bawa hingga dewasa.

Lenny Marlina dan Rano Karno tidak hanya menghidupkan karakter di layar lebar, mereka juga telah menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan yang melekat di hati penontonnya. Film-film ini menjadi bukti bahwa seni peran bisa menyentuh sisi terdalam manusia dan mengajarkan makna ketulusan dan pengorbanan.

Terima kasih untuk kisah indah yang kalian berdua hadirkan, yang tak lekang oleh waktu.

Penulis: Merza Gamal (Pensiunan Gaul Banyak Acara)