AS dan Rusia Mulai Akur,Inggris dan Turki Disebut Jadi Pecundang Besar NATO

Posted on

– Semenjak Donald Trump naik ke tampuk kekuasaan tertinggi di Amerika Serikat (AS), hubungan AS dengan Rusia mulai membaik.

Kedua belah pihak mengadakan pembicaraan guna membahas cara menyudahi perang Ukraina-Rusia yang sudah berlangsung tiga tahun.

Pakar politik Timofey Bordachev mengklaim pembicaraan antara AS dan Rusia memicu kejengkelan di antara pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari memburuknya hubungan kedua negara itu.

hari Rabu, (26/2/2025).

Lewat tulisannya yang berjudul “Inilah Dua Pecundang Besar NATO setelah Hubungan Rusia-AS Membaik”, dia menjelaskan menurunnya peran Turki dan Inggris di panggung dunia.

Pada mulanya dia menyinggung dua pembicaraan besar, yakni Rusia-AS di Arab Saudi dan Turki-Rusia di Turki.

Bordachev menyebut Turki berharap menjadi tuan rumah dalam pertemuan pejabat Rusia-AS. Namun, Turki malah menjadi tempat pertemuan antara Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Selama bertahun-tahun Turki berusaha mempertahankan pengaruhnya. Namun, Erdogan telah salah perhitungan.

“Sejumlah tindakan bisa berhasil hanya dalam situasi khusus. Jika situasi itu berubah, kekuatan suatu negara yang terlihat kerap kali kembali kepada kekuatan yang sebenarnya,” kata dia.

Pakar itu mengatakan Turki pernah terlihat seperti negara yang jago menyeimbangkan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dengan Global South (negara-negara berkembang). Namun, Turki sekarang kurang jago dan malah tampak susah payah berusaha mempertahankan pengaruhnya.

“Situasi makin rumit akibat persoalan ekonomi Turki.”

“Meski perdagangan dengan Rusia menguntungkan, hal itu belum bisa mengimbangi persoalan sistematis dalam ekonomi Turki.”

Bordachev menyebut Rusia memiliki rekan dagang yang lebih stabil dan kaya dibandingkan dengan Turki.

Inggris punya masalah serupa

Bordachev mengatakan Inggris juga memiliki masalah yang mirip dengan Turki. Negara itu berupaya menguatkan kedudukan geopolitiknya dengan mengambil tindakan agresif.

“Namun, Inggris kekurangan kekuatan militer dan politik untuk bertindak mandiri di panggung dunia, dan ekonominya tetap rapuh,” katanya.

Menurut dia, AS selama bertahun-tahun mengizinkan Inggris memainkan peran aktif. Hal itu dilakukan AS ketika negara itu membutuhkan sekutu setia untuk menjalankan tugas tertentu sembari membuat penyangkalan.

Akan tetapi, sikap AS kini berubah. AS tak lagi memerlukan pihak penengah.

Bordachev mengatakan membaiknya hubungan AS-Rusia telah memperlihatkan bawah pengaruh Inggris tergerus.

“Media Inggris sudah memberikan peringatan mengenai hal ini. Meski Jerman dan Prancis mungkin masih menganggap Inggris dibutuhkan untuk hal tertentu, keduanya tidak akan mengikutinya jika AS cenderung untuk tidak melakukannya juga.”

Dia berujar negara-negara di dunia mungkin beradaptasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan. Namun, stabilitas dan reputasi lebih penting daripada manuver aji mumpung.

“Reputasi yang baik dibangun di atas banyak faktor, tetapi yang penting ialah posisi yang kuat dan kepercayaan diri di dalam negeri. Negara yang terlalu mengandalkan permainan menjadi mediator atau memanfaatkan keuntungan jangan pendek berisiko melebih-lebihkan pentingnya negara itu.”

“Ketika negara-negara besar memutuskan untuk berkontak secara langsung, para pihak penengah bisa secara cepat mendapati dirinya dikesampingkan.”

Dia menyebut Turki dan Inggris menjadi contoh negara yang dikesampingkan akibat fenomena ini.

“Keduanya sudah bertahun-tahun berusaha memposisikan diri sebagai aktor yang diperlukan dalam situasi global yang sedang bergeser. Namun, karena tatanan baru dunia berubah, kemampuan keduanya untuk mempertahankan keseimbangan ini berkurang.”

(*)